Sabtu, 29 November 2014

Pagi ini indah sekali bisa tercium olehku udara yang sangat menyejukan ini, meski dengan mata lembab ini. “ Ya lebih baik kita putus.” Suara itu masih terngiang dikepalaku, oh tuhan entah apa yang terjadi ini sangat membuatku binggung, aku sangat kacau. Pemandangan pagi ini entah kenapa sangat membuatku tenang, aku bisa melihat burung-burung kecil yang hinggap diting-tiang lampu jalan, bebas sekali tanpa beban dan terasa sangat ringan untuk pindah ketempat lainnya. “Sayang kamu baik-baik saja?” panggilan ibu membuat lamunanku hilang, “Ya bu aku baik,” dengan sedikit senyum aku bertoleh ke ibu, “Sebaiknya kamu mandi ibu tunggu di meja makan,” sambil mencium keningku dan segera pergi, “hufft apa yang ku pikirkan, hidupku akan baik-baik saja tanpanya,” semangatku dalam hati. “Halo cantik,” sapa ayah yang langsung menciumku, “Yah plis deh aku udah gede,” dengan wajah cemberut ketika ayah selesai mencium keningku, lalu kami semua tertawa. “Lebih baik kita putus mia,” ucapnya tanpa memikirkan perasaanku, “Za kita bisa cari jalan keluarnya, aku yakin kita bisa melewati semua ini sama-sama,” sambil aku memegang tangannya. “Mia!” suara ayah membuat aku terkejut, “Kamu mau roti dengan selai apa sayang?” tanyanya padaku, “Selai kacang boleh bang,” ledekku ketika ayah sudah mulai membuatkannya. Memikirkan apa sih aku ini, aku memiliki keluarga yang begitu sayang padaku, “ya begitu sayang.”
Hari ini hari pertamaku jadi mahasiswa, entah apa perasaanku antara senang dan sedih, ya hari ini, hari dimana semuanya akan berjalan terus kedepan, melupakan semua kenangan di SMA. Hari ini tidak terlalu buruk, karena aku bertemu dengan sahabat sewaktu SMP, ya kita satu kelas, senang sekali rasanya bertemu dengan Luna. Setelah pulang kuliah dihari pertama, aku dan Luna menyempatkan diri untuk ketoko buku sebentar, mencari buku yang disarankan dosen. “Cari jalan keluar bagaimana Mia?!” ucapnya dengan kasar, “Za Reza dengar aku, kita bisa sms, skype dan segala macam menggunakan sosial media.” aku menatap matanya, “Apa? Kamu tidak tau apa yang akan terjadi nanti ketika kita sudah menjalankannya Mia!” ucapnya dengan tatapan tajam, “Sayang, semuanya akan baik-baik saja, percaya sama aku.” mencoba menenangkan Reza, “Kamu bilang, kita bisa sms, skype skype skype, itu omong kosong Mia! Seperti berbicara dengan hantu.” Emosinya sangat meledak saat itu, aku tidak percaya dia mengatakan itu padaku, ya memang hubungan jarak jauh tidak selamanya berjalan lancar, tapi aku sangat yakin aku dan Reza bisa melewatinya. “Mia aku mohon tetap disini!” matanya merah, Reza menangis. Aku tidak tau harus apa saat itu, aku ingin sekali tetap di Bandung, dikota yang sejuk ini, tetapi disisi lain aku harus ikut dengan keluargaku pindah ke Semarang karena ayah ditugaskan untuk mengelola bisnis keluarga disana. “Mia aku mohon tetap disini bersamaku.” Kata-kata itu kembali terucap dari mulutnya dan mulai memelukku, “Aku seakan berada dikedua pemandangan yang sangat indah, dan tidak tahu harus kearah mana, Reza aku cinta sama kamu, sangat cinta,” lalu melepaskan pelukkannya “tapi ayah dan ibuku butuh aku, kamu tau kan aku ini anak tunggal dan aku tidak akan tega meninggalkan mereka.” Dengan lembut aku member penjelasan kepadanya, “terserah kamu!” Reza pergi meninggalkanku.
“Mimpi itu lagi,” desisku. Aku tidak tahu apa yang Reza pikirkan saat itu, kenapa dia begitu payah dan tidak mau mencoba, kenapa dia melepaskanku disaat aku sangat tidak ingin kehilangannya, kenapa dia begitu egois, kekanakkan, “oh Tuhan, lindungi dia dimanapun dia berada saat ini.” Setalah mencuci muka perasaanku menjadi lebih tenang, hari ini hari minggu jadi aku bisa menghabiskan waktu dirumah untuk membaca novel yang baru saja ku beli kemarin, tiba-tiba ponselku bordering rupanya Luna “kenapa lun?” tanyaku dari kejauhan, “gue kerumah lo yah? sekalian kita belajar bareng hehehe,” gumamnya, “yakin nih belajar bareng? Paling nanti ngerumpi bareng wkwk” ledekku, “pokoknya gue kesana sekarang yah!, bosen abisnya dikostan,” pintanya lagi “oke deh sisss,” Jawabku. “Lo kenapa lagi Mia?” Tanya Luna ketika dia sudah dikamarku, “kenapa apanya?” tanyaku pura-pura tidak tahu, “lah itu mata lo lembab gitu,” sambil menatapku tajam mencoba menebak-nebak, “gak apa-apa lebay deh, Cuma kurang tidur makanya jadi berkantung matanya,” jelasku panjang lebar. “Mia?” panggil Luna, “yah?” jawabku, “Reza apa kabar?” pertanyaan Luna itu mengejutkanku, ya memang aku belum bercerita pada Luna kalo kami sudah berpisah, bukan karena aku tidak ingin berbagi cerita kepadanya tapi karena aku mau melupakan Reza dengan tidak bercerita ke siapapun, itu saja. Akhirnya aku bercerita panjang lebar dengan Luna, dan sahabatku itu memelukku “sabar ya sayang, sesungguhnya cinta sejati itu tidak ada,” bisiknya ditelingaku dan aku membalas pelukkannya.

Waktu tidak terasa sudah tiga tahun aku di Semarang, semuanya berjalan tidak terlalu buruk karena aku mengikuti berbagai macam kegiatan dikampusku mulai dari ukm karate, badminton, dan aku juga aktif di bem fakultasku. Tetapi tetap saja aku tidak bisa melupakannya, terkadang aku masih suka menangis, entah untuk apa karena semuanya itu sia-sia dan aku sendiri bingung dengan perasaanku kenapa aku begitu mencintainya, entahlah. “Mia!” panggil ibu mengagetkanku, “iya bu, ada apa?” tanyaku, “lihat siapa yang datang, ayo turun” ajaknya, “iya bu sebentar lagi aku kebawah,” jawabku pada wanita itu. Terpaku seperti patung darahku mengelir dengan deras sekali, jantungku berdebar-debar, “Reza?” panggilku, lalu dia menolehkan badannya kearahku yang sedang mematung di ambang pintu dan dia tersenyum manis sekali, lihatlah dia hari ini tampan sekali, mengenakan kemeja berbahan denim abu-abu muda dengan celana jeans dan sepatu nike berwana biru. Aku terpaku cukup lama, cepat-cepat menstabilkan diriku, “Hai” sapanya lembut, kami terlihat sangat kaku saat ini, entah karena kita tidak pernah berkomunikasi sejak saat itu atau ada sesuatu yang mengganjal hati ini. Reza mengajakku pergi, sore ini udara kota Semarang terasa sejuk dan masih tercium bau tanah basah karena memang sujan baru saja redah. Kita tidak banyak bicara sepanjang perjalanan, aku tidak tahu Reza mau membawaku kemana. “Za, kita mau kemana deh? Emangnya kamu tau jalan?” tanyaku tanpa respon darinya dan Reza hanya tersenyum, senyum itu akhirnya aku melihatnya lagi. “tempat apa ini?” gumamku dalam hati, lalu segeraku tanyakan ke Reza, tetapi dia tidak menjawabnya. Tempat ini sebuah taman yang didekor sangat manis karena penuh dengan bunga-bunga disetiap sudutnya, tiba-tiba Reza menarik tanganku ke sudut tempat yang lebih indah lagi dan dia memegang tanganku “Mia, apakabar kamu?” tanyanya membuatku bingung, apa maksudnya? “ya aku baik” jawabku singkat tidak mengerti, “besok adalah hari pertunangganku,  bagaimana penataannya bagus kan?” perkataan Reza barusan membuat aku membeku, kenapa dia tega sekali mengajakku ke tempat seindah ini tetapi hanya menyampaikan itu padaku, hari pertunangannya, oh Tuhan aku tidak tau harus berkata apa saat ini “selamat” hanya itu yang terucap dari mulutku. Ku urungkan niatku untuk memakinya karena aku tidak mau merusak suasana hati Reza yang sangat bahagia tampaknya hari ini, tidak tahukah dia selama ini aku memikirkannya, merindukannya, dan sekarang dia datang dengan sebuah kejutan yang sangat besar, yah sebuah kejutan yang sangat mengagetkanku hampir mati aku dibuatnya. Hanya penyesalan yang ada dibenakku, kenapa aku meninggalkannya saat itu? Malam yang sangat sunyi tetapi tidak ada air mata yang membasahi pipiku, entah karena aku sudah mulai ikhlas tanpa dirinya dan aku tidak memperdulikan perasaanku lagi. Hari-hariku lewati dengan sangat baik setelah hari pertunangan Reza dan pasangannya Sila, sungguh aku sangat bahagia meliatnya tersenyum, itu saja cukup untukku. Kadang kita memang harus berpikir dengan bijak tentang cinta yang dianugrahkan Tuhan kepada semua makhluknya dan sebisa mungkin dijaga dengan baik, karena sesungguhnya cinta sejati itu tidak pernah ada.

Nanda Aulia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates