AKU TANPANYA
Pagi ini indah sekali bisa
tercium olehku udara yang sangat menyejukan ini, meski dengan mata lembab ini.
“ Ya lebih baik kita putus.” Suara itu masih terngiang dikepalaku, oh tuhan
entah apa yang terjadi ini sangat membuatku binggung, aku sangat kacau.
Pemandangan pagi ini entah kenapa sangat membuatku tenang, aku bisa melihat
burung-burung kecil yang hinggap diting-tiang lampu jalan, bebas sekali tanpa
beban dan terasa sangat ringan untuk pindah ketempat lainnya. “Sayang kamu
baik-baik saja?” panggilan ibu membuat lamunanku hilang, “Ya bu aku baik,”
dengan sedikit senyum aku bertoleh ke ibu, “Sebaiknya kamu mandi ibu tunggu di
meja makan,” sambil mencium keningku dan segera pergi, “hufft apa yang ku
pikirkan, hidupku akan baik-baik saja tanpanya,” semangatku dalam hati. “Halo
cantik,” sapa ayah yang langsung menciumku, “Yah plis deh aku udah gede,”
dengan wajah cemberut ketika ayah selesai mencium keningku, lalu kami semua
tertawa. “Lebih baik kita putus mia,” ucapnya tanpa memikirkan perasaanku, “Za
kita bisa cari jalan keluarnya, aku yakin kita bisa melewati semua ini
sama-sama,” sambil aku memegang tangannya. “Mia!” suara ayah membuat aku
terkejut, “Kamu mau roti dengan selai apa sayang?” tanyanya padaku, “Selai
kacang boleh bang,” ledekku ketika ayah sudah mulai membuatkannya. Memikirkan
apa sih aku ini, aku memiliki keluarga yang begitu sayang padaku, “ya begitu
sayang.”
Hari ini hari pertamaku jadi
mahasiswa, entah apa perasaanku antara senang dan sedih, ya hari ini, hari
dimana semuanya akan berjalan terus kedepan, melupakan semua kenangan di SMA.
Hari ini tidak terlalu buruk, karena aku bertemu dengan sahabat sewaktu SMP, ya
kita satu kelas, senang sekali rasanya bertemu dengan Luna. Setelah pulang
kuliah dihari pertama, aku dan Luna menyempatkan diri untuk ketoko buku
sebentar, mencari buku yang disarankan dosen. “Cari jalan keluar bagaimana
Mia?!” ucapnya dengan kasar, “Za Reza dengar aku, kita bisa sms, skype dan
segala macam menggunakan sosial media.” aku menatap matanya, “Apa? Kamu tidak
tau apa yang akan terjadi nanti ketika kita sudah menjalankannya Mia!” ucapnya
dengan tatapan tajam, “Sayang, semuanya akan baik-baik saja, percaya sama aku.”
mencoba menenangkan Reza, “Kamu bilang, kita bisa sms, skype skype skype, itu
omong kosong Mia! Seperti berbicara dengan hantu.” Emosinya sangat meledak saat
itu, aku tidak percaya dia mengatakan itu padaku, ya memang hubungan jarak jauh
tidak selamanya berjalan lancar, tapi aku sangat yakin aku dan Reza bisa
melewatinya. “Mia aku mohon tetap disini!” matanya merah, Reza menangis. Aku
tidak tau harus apa saat itu, aku ingin sekali tetap di Bandung, dikota yang
sejuk ini, tetapi disisi lain aku harus ikut dengan keluargaku pindah ke
Semarang karena ayah ditugaskan untuk mengelola bisnis keluarga disana. “Mia
aku mohon tetap disini bersamaku.” Kata-kata itu kembali terucap dari mulutnya
dan mulai memelukku, “Aku seakan berada dikedua pemandangan yang sangat indah,
dan tidak tahu harus kearah mana, Reza aku cinta sama kamu, sangat cinta,” lalu
melepaskan pelukkannya “tapi ayah dan ibuku butuh aku, kamu tau kan aku ini
anak tunggal dan aku tidak akan tega meninggalkan mereka.” Dengan lembut aku
member penjelasan kepadanya, “terserah kamu!” Reza pergi meninggalkanku.
“Mimpi itu lagi,” desisku. Aku
tidak tahu apa yang Reza pikirkan saat itu, kenapa dia begitu payah dan tidak
mau mencoba, kenapa dia melepaskanku disaat aku sangat tidak ingin
kehilangannya, kenapa dia begitu egois, kekanakkan, “oh Tuhan, lindungi dia
dimanapun dia berada saat ini.” Setalah mencuci muka perasaanku menjadi lebih
tenang, hari ini hari minggu jadi aku bisa menghabiskan waktu dirumah untuk
membaca novel yang baru saja ku beli kemarin, tiba-tiba ponselku bordering
rupanya Luna “kenapa lun?” tanyaku dari kejauhan, “gue kerumah lo yah? sekalian
kita belajar bareng hehehe,” gumamnya, “yakin nih belajar bareng? Paling nanti
ngerumpi bareng wkwk” ledekku, “pokoknya gue kesana sekarang yah!, bosen
abisnya dikostan,” pintanya lagi “oke deh sisss,” Jawabku. “Lo kenapa lagi
Mia?” Tanya Luna ketika dia sudah dikamarku, “kenapa apanya?” tanyaku pura-pura
tidak tahu, “lah itu mata lo lembab gitu,” sambil menatapku tajam mencoba
menebak-nebak, “gak apa-apa lebay deh, Cuma kurang tidur makanya jadi
berkantung matanya,” jelasku panjang lebar. “Mia?” panggil Luna, “yah?”
jawabku, “Reza apa kabar?” pertanyaan Luna itu mengejutkanku, ya memang aku
belum bercerita pada Luna kalo kami sudah berpisah, bukan karena aku tidak
ingin berbagi cerita kepadanya tapi karena aku mau melupakan Reza dengan tidak
bercerita ke siapapun, itu saja. Akhirnya aku bercerita panjang lebar dengan
Luna, dan sahabatku itu memelukku “sabar ya sayang, sesungguhnya cinta sejati
itu tidak ada,” bisiknya ditelingaku dan aku membalas pelukkannya.
Waktu tidak terasa sudah tiga
tahun aku di Semarang, semuanya berjalan tidak terlalu buruk karena aku
mengikuti berbagai macam kegiatan dikampusku mulai dari ukm karate, badminton,
dan aku juga aktif di bem fakultasku. Tetapi tetap saja aku tidak bisa
melupakannya, terkadang aku masih suka menangis, entah untuk apa karena
semuanya itu sia-sia dan aku sendiri bingung dengan perasaanku kenapa aku
begitu mencintainya, entahlah. “Mia!” panggil ibu mengagetkanku, “iya bu, ada
apa?” tanyaku, “lihat siapa yang datang, ayo turun” ajaknya, “iya bu sebentar
lagi aku kebawah,” jawabku pada wanita itu. Terpaku seperti patung darahku
mengelir dengan deras sekali, jantungku berdebar-debar, “Reza?” panggilku, lalu
dia menolehkan badannya kearahku yang sedang mematung di ambang pintu dan dia
tersenyum manis sekali, lihatlah dia hari ini tampan sekali, mengenakan kemeja
berbahan denim abu-abu muda dengan celana jeans dan sepatu nike berwana biru.
Aku terpaku cukup lama, cepat-cepat menstabilkan diriku, “Hai” sapanya lembut,
kami terlihat sangat kaku saat ini, entah karena kita tidak pernah
berkomunikasi sejak saat itu atau ada sesuatu yang mengganjal hati ini. Reza
mengajakku pergi, sore ini udara kota Semarang terasa sejuk dan masih tercium
bau tanah basah karena memang sujan baru saja redah. Kita tidak banyak bicara
sepanjang perjalanan, aku tidak tahu Reza mau membawaku kemana. “Za, kita mau
kemana deh? Emangnya kamu tau jalan?” tanyaku tanpa respon darinya dan Reza
hanya tersenyum, senyum itu akhirnya aku melihatnya lagi. “tempat apa ini?”
gumamku dalam hati, lalu segeraku tanyakan ke Reza, tetapi dia tidak
menjawabnya. Tempat ini sebuah taman yang didekor sangat manis karena penuh
dengan bunga-bunga disetiap sudutnya, tiba-tiba Reza menarik tanganku ke sudut tempat
yang lebih indah lagi dan dia memegang tanganku “Mia, apakabar kamu?” tanyanya
membuatku bingung, apa maksudnya? “ya aku baik” jawabku singkat tidak mengerti,
“besok adalah hari pertunangganku,
bagaimana penataannya bagus kan?” perkataan Reza barusan membuat aku
membeku, kenapa dia tega sekali mengajakku ke tempat seindah ini tetapi hanya
menyampaikan itu padaku, hari pertunangannya, oh Tuhan aku tidak tau harus
berkata apa saat ini “selamat” hanya itu yang terucap dari mulutku. Ku urungkan
niatku untuk memakinya karena aku tidak mau merusak suasana hati Reza yang
sangat bahagia tampaknya hari ini, tidak tahukah dia selama ini aku
memikirkannya, merindukannya, dan sekarang dia datang dengan sebuah kejutan
yang sangat besar, yah sebuah kejutan yang sangat mengagetkanku hampir mati aku
dibuatnya. Hanya penyesalan yang ada dibenakku, kenapa aku meninggalkannya saat
itu? Malam yang sangat sunyi tetapi tidak ada air mata yang membasahi pipiku,
entah karena aku sudah mulai ikhlas tanpa dirinya dan aku tidak memperdulikan
perasaanku lagi. Hari-hariku lewati dengan sangat baik setelah hari pertunangan
Reza dan pasangannya Sila, sungguh aku sangat bahagia meliatnya tersenyum, itu
saja cukup untukku. Kadang kita memang harus berpikir dengan bijak tentang
cinta yang dianugrahkan Tuhan kepada semua makhluknya dan sebisa mungkin dijaga
dengan baik, karena sesungguhnya cinta sejati itu tidak pernah ada.